Kefamenanu, gardamalaka.com – Dalam setiap helatan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang sering diklaim sebagai pesta demokrasi selalu berseliweran isu-isu yang berujung kampanye negatif (negative campaign) dan kampanye hitam (black campaign). Saat ini, di seantero jagat Indonesia telah sedang dimulai tahapan-tahapan menuju pilkada serentak pada 27 November 2024. Terbuka kemungkinan yang sangat besar bahwa akan muncul kampanye negatif dan kampanye hitam. Dan itu sudah mulai berasa terjadi.
Apa itu Kampanye Negatif dan Hitam? Apa Sanksinya?
Seorang Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, dalam sebuah Seminar bertajuk “Politik Transaksional, Korupsi Politik, dan Kampanye Hitam pada Pemilu 2019 dalam Tinjauan Hukum Pidana” menjelaskan perbedaan kampanye negatif dengan kampanye hitam.
Dalam perspektif hukum kepemiluan, kampanye negatif (negative campaign) diizinkan, sedangkan kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang di dalam Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521.
Pasal 280 ayat (1) huruf c berbunyi, “menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.” Pasal 521, “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i, atau j, dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah.”
Santoso menyatakan, jika negative campaign dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik, maka kampanye hitam adalah menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu atau belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan terkait kapasitasnya sebagai pemimpin.
Sebagai contoh, negative campaign dalam kontes pemilihan presiden (pilpres) dilakukan dengan mengumbar data hutang luar negeri petahana calon presiden (capres) oleh pihak lawan. Sementara contoh untuk kampanye hitam, menuduh seseorang tidak pantas menjadi pemimpin karena agama atau rasnya.
Sementara, Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Totok Suhartoyo, memaparkan tiga hal pembeda negative campaign dengan black campaign. Dari sisi sumber, pelaku kampanye negatif jelas, sedangkan pelaku kampanye hitam tidak jelas. Dari sisi tujuan, kampanye negatif bertujuan untuk mendiskreditkan karakter seseorang, dan kampanye hitam bertujuan untuk menghancurkan karakter seseorang. Kemudian dari sisi kebenaran, kampanye negatif menggunakan data yang sahih, sementara kampanye hitam datanya tak sahih atau mengada-ada.
Saya juga lantas mengingat sebuah Siaran Pers yang pernah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bernomor 122/SP/HM.01.02/POLHUKAM/10/2023.
Dalam Siaran Pers itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menghimbau agar peserta Pemilu tahun 2024 menghindari kampanye negatif dan kampanye hitam.
Mahfud MD menegaskan bahwa negative campaign atau kampanye negatif berkaitan dengan aktivitas menyampaikan sisi yang buruk atau negatif dari seorang calon karena faktanya demikian, dan itu tidak ada hukumannya. Meskipun kampanye negatif tidak ada hukumannya, akan tetapi kampanye demikian sebaiknya dihindari. Sedangkan kampanye hitam merupakan aktivitas menyampaikan sesuatu yang buruk namun tidak sesuai kenyataan atau hoax, dan itu ada hukumannya.
Bagi Mahfud MD kedua-duanya harus dihindari. Hal ini bertujuan agar pemilu serentak 2024 berlangsung baik dan santun, dan pesta demokrasi berjalan konstitusional, demokratis serta bermartabat yaitu sesuai dengan nilai, etika, dan aturan hukum.
Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja pun pernah menyampaikan terkait larangan dan sanksi kepada pelaku kampanye hitam (black campaign).
Meskipun larangan dan sanksi di UU Pemilu hanya ditujukan kepada pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye, namun orang per orang yang melakukan kampanye hitam di media sosial (medsos) dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Bagja berpendapat, jika kampanye hitam di medsos dilakukan oleh orang bukan tim kampanye atau pelaksana kampanye, tetap dikenakan UU ITE. Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2) UU ITE memberikan ancaman hukuman untuk pelaku kampanye hitam di media sosial 6 tahun penjara.
Apa Untungnya Melakukan Kampanye Negatif dan Hitam?
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh tersebut di atas, saya menilai bahwa kampanye negatif dan kampanye hitam yang dilakukan seseorang/sekelompok orang/politikus/partai politik/tim pemenangan tidak membawa keuntungan bagi diri dan kelompok. Justeru itu menimbulkan kerugian baik secara mental maupun materi yang menyebabkan figur dari kelompok orang yang diperjuangkan akan melemah.
Mengapa demikian? Figur/seseorang yang dikampanye-negatifkan, semakin deras serangan dan benturan yang diberikan, akan semakin terkondisi sebagai pihak yang terzolimi. Semakin ia dipojokkan semakin besar simpati mengalir kepadanya.
Fakta pemilihan presiden 2024 sudah membuktikan kondisi ini. Semakin sosok Gibran Rakabuming Raka dipojokkan semakin ia mendapat simpati dan dukungan. Jadi, apakah keuntungannya jika kampanye negatif terus digalakkan?
Sementara, kampanye hitam tentu sangat merugikan, baik pihak yang melakukan maupun yang dikampanye-hitamkan.
Orang/kelompok yang melakukan kampanye hitam akan berujung pidana dan penjara. Rugi bukan? Sudah dipenjara, membayar denda, dan malah berakibat kekalahan dialami pihak pelaku kampanye hitam. Sedangkan pihak yang dikampanye-hitamkan terserang karakternya, rusak nama baik dan reputasinya.
Pertanyaan kita: apa untungnya melakukan kampanye hitam? Gak ada! Justeru kerugian bertubi-tubi.
Lalu, bagaimana kita seharusnya?
Dalam seuntai catatan Akhir Pekan yang saya sampaikan di grup-grup diskusi publik, telah saya nyatakan bahwa memang politik adalah suatu seni mempertarungkan strategi dan taktik untuk mencapai kekuasaan atas penyelenggaraan negara (daerah) dan perumusan kebijakan.
Oleh karena sebagai suatu seni, politik tidak seharusnya menyakitkan, merusak nama baik, memfitnah, membawa rasa iri dan dengki serta menumbuhkan kebencian kepada pihak lain.
Kalaupun ada trik dan intrik politik, tidak sewajarnya trik dan intrik politik itu bermuara pada kampanye negatif dan hitam.
Jika ada trik dan intrik politik yang mengarah pada hal-hal negatif, maka kecerdasan berpolitik seseorang/sekelompok orang/partai politik patut dipertanyakan. Dan bila itu terjadi, maka seni politik akan kehilangan esensinya.
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.