Kefamenanu, gardamalaka.com – Tuntutan kesetaraan hak bagi kaum perempuan, terutama dalam pusaran politik sangat tinggi, baik di level nasional, regional maupun daerah.
Sejak dimulainya era reformasi 1998, perempuan mendapat porsi peran yang penting dan istimewa di bidang politik.
Betapa tidak, permintaan kuota kaum perempuan di partai politik dan di parlemen sangat tinggi, yaitu sebanyak minimal 30 persen.
Tidak hanya itu, bahkan di bidang kepemiluan pun peran perempuan ikut dituntut.
Kehadiran kaum perempuan dalam pusaran politik menjadi penting, lantaran pada hakikatnya kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki.
Pentingnya partisipasi perempuan supaya pengambilan keputusan politik lebih akomodatif dan substansial.
Kehadiran perempuan dapat menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik.
Regulasi pun telah mendukung perempuan untuk terlibat banyak dalam pemilu, baik sebagai penyelenggara, peserta, pemantau, relawan hingga kader partai politik.
Regulasi yang mendukung perempuan untuk terlibat dalam pemilu termaktub dalam UUD 1945, UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU 2 Tahun 2008 jo UU 2 Tahun 2011 tentang partai politik, serta Undang-undang nomor 10 tahun 2008 pasal 55 ayat 2 yang dengan jelas menghendaki keterlibatan minimal 30 persen kaum perempuan.
Namun, realita berbicara lain. Dalam banyak persaingan dengan laki-laki, perempuan amat sering kalah dan dikalahkan, bahkan bisa jadi mengalah. Laki-laki pun lebih mendominasi.
Pertanyaan kita: Apa faktor penyebab, perempuan masih jauh dari pusaran politik dan berada di bawah dominasi laki-laki?
Faktor Penyebab Rendahnya Keterlibatan Perempuan dalam Politik
Pasaribu, dalam artikelnya berjudul “Perempuan dan Partsipasi Politik,” menyebutkan bahwa latar belakang keluarga, budaya patriarkhi, dan perbedaan gender acapkali menjadi penghambat keterlibatan kaum perempuan.
Sementara, Pangarso (2022) menegaskan, hambatan terbesar bagi peran kaum perempuan di bidang politik adalah kultur sosial masyarakat, psikologis, dan kondisi ekonomi.
Menurutnya, kultur sosial masyarakat dan psikologis sangat memengaruhi cara berpikir dan rasa percaya diri perempuan, sehingga berdampak pada keengganan keterlibatan secara penuh dalam persaingan dengan laki-laki.
Fauziah dkk, 2023 turut membenarkan hal itu. Dalam jurnal berjudul “Tantangan Perempuan dalam Keterlibatan Politik Formal,” disebutkan bahwa faktor-faktor penghambat keterlibatan perempuan dalam politik adalah biaya politik, partai dan faktor relasi keluarga.
Hal serupa juga pernah dikemukakan sebelumya oleh Inwantoro (2015) bahwa rendahnya partisipasi perempuan dalam politik adalah kesempatan yang diberikan partai politik, kualitas diri, dan budaya patriarkhi.
Di lain sisi, Putri (2024) mengemukakan bahwa kaum perempuan sering buta, bahkan sengaja dibutakan secara struktural untuk mengenal dan mengeksplorasi potensi dirinya.
Akibatnya perempuan hanya ingin tampil menjalankan peran-peran sekunder dalam kehidupan bermasyarakat.
Padahal, tulis Putri dalam artikelnya, persentase kaum perempuan (49,5 persen) hampir sebanding dengan kaum laki-laki (50,5 persen) dari total 273 juta jiwa penduduk di Indonesia.
Lantas, apa yang seharusnya dilakukan kaum perempuan?
Ini Hal yang harus Dilakukan Perempuan
Untuk menyikapi beberapa faktor penyebab yang sudah dikemukakan sebelumnya maka disarankan agar perempuan harus mampu menyiapkan diri menjadi figur yang berkualitas, baik penampilan fisik yang menarik, cerdas, berwawasan luas, serta memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik.
Diah Suradiredja dalam bukunya berjudul “Perempuan di Singgasana Lelaki” mengatakan bahwa kaum perempuan harus mampu menyiapkan diri secara maksimal sebelum terjun ke dunia politik.
Perempuan, tulis Diah, perlu menyiapkan pengetahuan tentang ilmu politik dan pemerintahan, sehingga benar-benar memahami situasi politik.
Hal itu dimaksudkan agar perempuan tidak dianggap sebagai kaum kelas 2 yang diperlakukan tidak adil.
Lebih lanjut Diah berharap pemerintah dan legislatif dapat memperbaiki sistem politik nasional yang saat ini terbuka dan berbiaya mahal menjadi sistem politik lebih demokratis dan hemat biaya.
Bagaimana di Kabupaten Malaka?
Jika semua faktor penyebab di atas adalah kondisi yang terjadi secara nasional, bagaimanakah dengan keterlibatan kaum perempuan dalam politik di kabupaten Malaka?
Secara umum, partisipasi perempuan dalam pusaran politik di Malaka, sudah semakin baik.
Lebih spesifik, kita akan melihat dahulu data perolehan kursi DPRD Kabupaten Malaka.
Data menunjukkan bahwa terdapat 16 persen perwakilan perempuan Malaka lolos dan menduduki kursi legislator Malaka pada tahun 2024. Diketahui, kursi DPRD Malaka ada sebanyak 25 kursi.
Angka itu melebihi setengah dari kuota minimal 30 persen yang dikehendaki undang-undang; jika dipersentasekan sudah mencapai 53,33 persen dari kuota dimaksud.
Apabila ditelisik, pencapaian angka 16 persen sudah jauh lebih baik daripada pencapaian kursi legislatif kaum perempuan sebelumnya pada tahun 2019, yakni hanya di angka 12 persen.
Artinya, keterlibatan dan keterwakilan perempuan dalam politik Malaka mulai mengalami perubahan positif.
Hal ini membuktikan, dari waktu ke waktu perempuan Malaka mulai diberdayakan dan semakin menunjukkan kualitas baik dalam politik.
Lepas dari hal tersebut, bagaimana peran Perempuan Malaka dalam Pusaran Pilkada 2024?
Menanti Bersinarnya Bestie, Funan dan Feton Malaka
Dalam pusaran politik Pilkada, perempuan di Malaka belum terlibat secara langsung sebagai peserta politik pilkada.
Perempuan di Malaka masih belum mengambil peran langsung sebagai calon bupati atau wakil bupati.
Namun tidak mengapa. Kita melupakan sejenak peran dan keterlibatan perempuan dalam urusan pencalonan kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Kita mengecek saja dulu antusiasme dan peran perempuan Malaka dalam setiap helatan Pilkada, khusus sebagai relawan.
Pertama, Perempuan Malaka dalam Pusaran Pilkada 2020.
Peran serta perempuan di Malaka pada Pilkada 2020 terbilang luar biasa.
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.