Advokat Muda, Antonius Bria, S.H., M.H., M.AP
Advokat Muda, Antonius Bria, S.H., M.H., M.AP

BETUN, GARDAMALAKA.COM – Bupati Kabupaten Malaka dr. Stefanus Bria Seran (SBS) diminta bertanggung jawab atas miliaran kerugian uang negara pada Program Revolusi Pertanian Malaka (RPM) yang sarat dengan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Demikian disampaikan Advokat muda Antonius Bria, S.H., M.H., M.AP kepada awak media (30/12/2020) siang.

Kasus korupsi yang menyeret nama pejabat pemerintahan terus saja mewarnai laju pemerintahan di Indonesia.

Polda NTT melalui Dir.Reskrimsus harus mampu ungkapkan semua aktor intelektual yang bermain dalam lingkaran kasus bawang merah Malaka.

“Bawang merah itu program unggulan Bupati SBS-DA; pemilik program, dalam hal ini Bupati SBS, harus bertanggung jawab,” tegas Advokat Antonius.

Polda NTT melalui Dir.Reskrimsus diminta segera melakukan upaya paksa secara hukum kepada onknum-oknum yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi Bawang Merah Malaka itu.

Lebih lanjut, Antonius menyebutkan, terdapat beberapa hal yang tidak boleh dilakukan kepala daerah dalam mengeksekusi program anggaran.

Pertama, pelaksanaan program tidak boleh ada persengkokolan kolusi dengan pengadaan barang dan jasa. Kedua, tidak boleh menerima kickback. Ketiga, tidak boleh menerima suap.

Keempat, program kegiatan tidak mengandung unsur gratifikasi. Kelima, pelaksanaan program tidak mengandung unsur benturan kepentingan.

“Jangan ada rekanan barang dan jasa diberikan karena kawan, karena saudara, karena kenalan. Prinsip pengadaan barang dan jasa itu dilihat dari harga terbaik, dan tentu melihat dari efektif akan persepsi,” ujar Antonius.

Ketua ARAKSI, Alfred Baun (Putih) saat Mendatangi Polda NTT Mempertanyakan Progresivitas Kasus-Kasus Korupsi yang dikawal ARAKSI (Foto: Istimewa)
Ketua ARAKSI, Alfred Baun (Putih) saat Mendatangi Polda NTT Mempertanyakan Progresivitas Kasus-Kasus Korupsi yang dikawal ARAKSI (Foto: Istimewa)

Sementara, Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI) kecewa dengan performa kinerja Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dinilai kurang maksimal menangani sejumlah kasus dugaan korupsi di NTT di tahun 2020.

Kekecewaan ARAKSI ini dikarenakan hingga akhir tahun 2020, belum ada satu pun kasus korupsi di NTT yang dilaporkan ARAKSI berhasil naik status ke P21.

Hal tersebut disampaikan Ketua ARAKSI, Alfred Baun kepada media, Rabu (30/12/2020) setelah sebelumnya mendatangi Subdit III Penyidik Tipikor Polda NTT pada Senin (28/12) lalu.

Kedatangan ARAKSI ke Polda NTT untuk memantau progresivitas penanganan berbagai kasus korupsi di NTT yang dilaporkan dan dikawal ARAKSI selama tahun 2020.

Bagi ARAKSI, kata Alfred, Polda NTT secara persentasi dalam penanganan kasus korupsi, sangat minim dan tidak efektif di tahun 2020. Hal ini dikarenakan kasus korupsi yang statusnya sudah harus P21 tak kunjung tiba hingga akhir tahun 2020.

“Terus terang saya kecewa dengan kinerja Polda NTT dalam penanganan kasus korupsi di NTT di tahun ini,” sesal Alfred.

Lebih lanjut Alfred menjelaskan, tujuan kedatangannya ke Polda NTT dan bertemu penyidik Tipikor Polda NTT adalah untuk meminta penjelasan terkait perkembangan penanganan sejumlah kasus korupsi di provinsi NTT.

Berbagai kasus tersebut, di antaranya adalah kasus korupsi pengadaan bawang merah Kabupaten Malaka, Kasus Korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Timor Tengah Utara, Kasus Korupsi RSP Boking Kabupaten Timor Tengah Selatan dan kasus-kasus korupsi lainnya di NTT.

Secara internal, tambah Alfred, Polda NTT telah meminta ARAKSI untuk membawa kasus-kasus ini untuk dikoordinasikan dengan KPK.

“Dan KPK sudah datang ke NTT, namun hingga penghujung tahun 2020 belum ada satu pun kasus korupsi yang di-P21,” ujarnya.

Kasus-kasus korupsi yang ditangani Polda NTT, beber Alfred Baun, sudah mendapat perhatian publik, karena melibatkan pejabat-pejabat daerah dan menyebabkan kerugian keuangan negara yang besar. (Oktav/Red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here