Arnoldina Mariana Hoar Bria, S.Ag - Pengawas Sekolah Muda Pendidikan Katolik Tingkat TK/SD Pada Kantor Kementerian Agama Kab. Malaka
Arnoldina Mariana Hoar Bria, S.Ag - Pengawas Sekolah Muda Pendidikan Katolik Tingkat TK/SD Pada Kantor Kementerian Agama Kab. Malaka

Peran Budaya Sabete Saladi Dalam Meningkatkan Kerukunan Umat Beragama Di Kabupaten Malaka

Oleh: Arnoldina Mariana Hoar Bria, S.Ag*

*) Pengawas Sekolah Muda Pendidikan Katolik Tingkat TK/SD Pada Kantor Kementerian Agama Kab. Malaka

GARDAMALAKA.COM – Sebuah tulisan hasil penelitian Penulis sajikan ke ruang baca Anda. Semoga tulisan ini menjadi referensi dan pengetahuan bagi Pembaca.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa dilepaskan dari relasi dengan sesamanya. Dalam berelasi atau berinteraksi dengan orang lain baik sebagai pribadi maupun kelompok dalam masyarakat, seringkali diwarnai oleh konflik yang dapat mengganggu terwujudnya kedamaian dan ketenteraman.

Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi, kepentingan, maupun tujuan yang berbeda dari setiap individu maupun kelompok. Perbedaan tersebut dapat memicu konflik dan bersifat destruktif antara lain karena adanya perbedaan agama.

Konflik antar penganut agama biasanya dipicu oleh prasangka dan saling mencurigai antara penganut agama yang satu dengan penganut agama lainnya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya saling pengertian antar pemeluk agama, rendahnya sikap toleransi, kurang adanya pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama masing-masing, adanya sikap fanatisme, dan masuknya unsur-unsur kepentingan diluar kepentingan agama yang luhur, misalnya kepentingan politik.

Bertolak dari uraian di atas maka perlu adanya penanganan konflik khususnya konflik keagamaan dengan jalan meningkatkan kerukunan umat beragama, dengan mengangkat dan mewariskan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat yang berkontribusi terhadap terciptanya kerukunan antar umat beragama di Kabupaten Malaka.

Kabupaten Malaka memiliki budaya yang sangat mengedepankan persaudaraan dan kekeluargaan, yaitu budaya “Sabete Saladi” yang ditanamkan secara turun-temurun kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga terbentuk sikap saling menghargai dan saling menghormati.

Pada tingkatan etis di sini orang Malaka memiliki niat yang ikhlas yang tidak ditujukan pada sikap egoistis, melainkan menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Hal tersebut dapat dijadikan inspirasi dalam meningkatkan kerukunan umat beragama.

Budaya

Kata budaya berasal dari bahasa Sanskerta buddhaya/budhi yang berarti budi atau akal. Kalau kata budaya dirunut dari arti kata majemuk budi daya atau kekuatan dari akal, akal atau budi itu mempunyai unsur cipta atau pikiran, rasa dan karsa atau kehendak. Hasil dari ketiga unsur itulah yang disebut kebudayaan.

Menurut Bakker (1976) kebudayaan adalah sesuatu yang baik dan berharga dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan adalah pola tingkah laku mantap: pikiran, perasaan, dan relasi yang diperoleh dan terutama diwujudkan oleh simbol – simbol pada pencapaian tersendiri dari kelompok manusia yang bersifat universal. Sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Kerukunan Beragama

W.J.S. Poerwadarminta menyatakan kerukunan merupakan sikap atau sifat menenggang seperti menghargai dan membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan atau yang lainnya yang berbeda dengan pendirian.

Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati, menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan.

Jadi, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antar umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian dan saling menghormati dalam pengalaman ajaran agama serta kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat.

Toto Suryana, (2011) menjelaskan bahwa kerukunan umat beragama bukan berarti merelatifir agama- agama yang ada dengan melebur kepada satu totalitas dengan menjadikan agama-agama itu sebagai unsur dari agama totalitas itu.

Dengan kerukunan dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang berlainan agama.

Budaya Sabete Saladi

Arti Kata Sabete

Dalam arti harafiah kata Sabete berasal dari kata sai (tetun) artinya keluar dan kbetek (tetun) artinya: tumpul. Kaitan dengan arti harafiah di atas maka kata sabete artinya kata-kata yang terungkap tidak tajam, tidak kasar, lembut. Ibarat parang isinya tumpul dan tidak tajam. (Arnoldus, Wawancara,06 Agustus 2020).

Sabete bisa juga berarti: “duduk bersila” dalam konteks “bicara adat” untuk menunjukkan sikap rendah hati, hormat, dan menjungjung tinggi martabat tua-tua adat lain yang hadir.

Efek dari sikap ini ialah orang yang sedang berbicara akan dihargai oleh semua orang yang hadir lantaran kita sudah lebih dahulu menunjukkan sikap menghargai, menghormati, menjunjung tinggi tua-tua adat yang hadir (Hendrikus, Wawancara, 05 Agustus 2020).

Arti Kata Saladi

Saladi dari kata “sai-kladik”, artinya di luar batas atau kelewat batas (Hendrikus, Wawancara,05 Agustus 2020).

Dalam konteks bicara adat atau bicara biasa orang Malaka hendaknya “jaga batas, tahu batas dengan memperhatikan lawan bicara. Dengan siapa anda berbicara, apa kedudukannya, dan berapa usianya.

Status dan usia merupakan batasan yang harus dijaga dan diperhatikan agar kita tidak melanggar batas. Kalau melanggar batas maka kita akan disebut “notar lalek” (Tetun), artinya tidak tahu adat, tidak tahu aturan. (Arnoldus, Wawancara, 06 Agustus 2020).

Dari arti kata di atas dapat disimpulkan bahwa budaya Sabete Saladi adalah sebuah ungkapan adat atau budaya yang diwariskan oleh nenek moyang untuk menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi martabat orang yang lebih tua dan berkedudukan di masyarakat dengan memperhatikan batasan-batasan budaya yang dianut (Adriana, Wawancara, 08 Agustus 2020).

Budaya Sabete Saladi Dalam Kehidupan Sehari-hari

Budaya Sabete-Saladi yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari adalah budaya Lok Malu (saling menyuguhkan sirih-pinang), (Jemianus, Wawancara, 04 Agustus 2020).

Sirih-pinang adalah sarana pergaulan adat yang bisa mengakrabkan setiap orang yang berjumpa baik dalam forum resmi maupun tidak resmi.

Ketika ada tamu yang berkunjung ke rumah wajib hukumnya bagi tuan rumah untuk menyuguhkan sirih-pinang.

Setelah makan sirih bersama baru kemudian dibicarakan maksud dari kunjungan tersebut.

Pada saat makan sirih tamu akan merasa menjadi bagian dari tuan rumah dan sebaliknya.

Di sini baik tamu maupun tuan rumah saling menyuguhkan sirih-pinang dan makan sirih bersama dalam suasana kekeluargaan. Budaya “lok malu” merupakan simbol persaudaraan.

Salah Satu Pasangan Suami-Isteri Malaka dalam Balutan Busana Adat (Foto: Arnoldina)
Salah Satu Pasangan Suami-Isteri Malaka dalam Balutan Busana Adat (Foto: Arnoldina)

Upacara Perkawinan Adat

Dalam upacara perkawinan adat Wesei-Wehali terdapat tahap yang disebut dalam bahasa tetun “Sadan Uma Kain”, artinya petuah bagi rumah tangga baru untuk memberikan bekal kepada kedua mempelai demi memulai hidup baru, memperkenalkan kepada kedua rumpun keluarga dan masyarakat bahwa kedua mempelai sudah berkeluarga, dan mempererat kekeluargaan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan (Rikhardus, Wawancara, 05 Agustus 2020).

Upacara Penobatan Kepala Suku

Kepala suku adalah seorang yang memegang kepemimpinan tertinggi dalam sebuah suku dalam masyarakat. Penobatan kepala suku mengandung makna bahwa harus ada pemimpin untuk mempersatukan dalam membangun persaudaraan (Yohanes, Wawancara, 06 Agustus 2020).

Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Budaya Sabete Saladi

Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Sabete Saladi berdasarkan pendapat beberapa responden dalam survei online yang dilakukan oleh penulis adalah:

Nilai Spiritual, bahwa budaya sabete saladi membawa pemahaman manusia akan hadirnya Tuhan dalam hidup sehari-hari dan dipahami sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

Di sini setiap orang diberi kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing tanpa ada paksaan dari orang lain (Jemianus,Wawancara, 04 Agustus 2020).

Nilai Sosial, bahwa manusia harus berelasi dengan sesama sebagai makhluk sosial dengan memperhatikan filosofi yang terkandung dalam budaya sabete saladi, yaitu:

Hadomi Malu (Tetun), artinya saling menyayangi tanpa pandang bulu. Kasih sayang adalah rasa yang tumbuh dari dalam hati seseorang untuk menyayangi dan memberikan kebahagiaan kepada mereka yang dicintai. Rasa kasih sayang muncul secara alamiah, tidak menuntut dan tidak dapat dibuat-buat.

Haklaran Malu (Tetun), artinya saling melayani dan memperhatikan satu sama lain sebagai keluarga.

Hakneter no Haktaek Malu (Tetun), artinya Saling menghargai dan menghormati sesama tanpa perbedaan (Herlina,Wawancara,07 Agustus 2020).

Nilai-Nilai Kerukunan yang Terkandung dalam Budaya Sabete Saladi

Dalam kaitan dengan kerukunan umat beragama, maka budaya sabete saladi mengandung beberapa nilai, yaitu:

Solidaritas

Rasa setia kawan yang dimiliki oleh masyarakat Malaka, membuat mereka rela berkorban demi orang lain tanpa ada rasa paksaan di dalam dirinya.

Persaudaraan

Walaupun berselisih paham tetapi orang Malaka tetap memperhatikan persatuan dan kesatuan dan saling menguatkan satu sama lain.

Budaya sabete saladi merupakan landasan persaudaraan yang kuat, sehingga jika ada pertentangan maka yang lain akan berusaha mendamaikan.

Gotong-royong

Dalam budaya sabete saladi ada istilah Hakawak (Tetun), artinya membersihkan kebun secara bersama-sama tanpa dibayar. Hal ini menuntut kerja sama dari anggota masyarakat.

Kekeluargaan

Dalam budaya sabete saladi nilai kekeluargaan sangat diutamakan, misalnya membantu keluarga yang membutuhkan baik dalam suka maupun duka, saling berbagi, sehingga tercipta suasana damai dan tentram.

Toleransi

Saling menghargai dan menghormati dalam budaya sabete saladi menggambarkan sikap toleransi yang tinggi.

Peran budaya sabete saladi dalam meningkatkan kerukunan umat beragama di Kabupaten Malaka.

Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya sabete saladi maka peran budaya sabete saladi dalam meningkatkan kerukunan beragama adalah:

Menciptakan Stabilitas

Budaya sabete saladi membantu masyarakat untuk bisa lebih akrab satu sama lain sehingga komunikasi berjalan lancar dan tidak kaku dan terciptalah stabilitas dalam hidup bermasyarakat dan beragama. Dengan adanya stabilitas yang tercipta di masyarakat maka radikalisme dapat diminimalisir.

Mengklarifikasi Kesalahpahaman

Kesalahpahaman dalam hidup bersama dapat saja terjadi, hal ini dianggap hal yang sudah biasa, namun dengan adanya rasa kekeluargaan dan persaudaraan dalam budaya sabete saladi kesalahpahaman dapat diredam dan diklarifikasi dengan cara musyawarah.

Mendamaikan dan Mempersatukan

Setelah mengklarifikasi kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat maka tua-tua adat dan orang-orang yang dituakan akan berusaha untuk mendamaikan dan mempersatukan kembali sehingga pihak-pihak yang salah paham bisa saling memaafkan dan saling menerima dengan tulus ikhlas.

Menciptakan Batasan

Budaya sabete saladi membatasi seseorang untuk tidak berkata kasar, menjunjung tinggi sopan santun, menghormati yang lebih tua dan menghargai sesama manusia.

Keberagaman merupakan realita dan ketentuan dari Tuhan Yang Maha Esa maka diperlukan rasa toleransi dan usaha untuk memelihara keberagaman itu sendiri demi tercapainya kerukunan hidup beragama.

Untuk mempertahankan kerukunan umat beragama di Kabupaten Malaka maka semua elemen masyarakat terutama Pemerintah dituntut untuk berperan aktif dalam menumbuhkan rasa toleransi kepada masyarakat.

Selain dengan melakukan dialog antar umat beragama, Pemerintah juga dapat menggali nilai-nilai luhur yang terdapat dalam kearifan lokal yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Karena tanpa disadari, kearifan lokal yang telah diwariskan oleh leluhur dari generasi ke generasi dapat meningkatkan kerukunan umat beragama di Kabupaten Malaka.

Dengan demikian, budaya sabete saladi merupakan salah satu kerarifan lokal yang ada di Kabupaten Malaka yang mengandung nilai-nilai kerukunan umat beragama dapat dilestrikan demi meningkatkan kerukunan umat beragama di Kabupaten Malaka.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here