Politik Rakyat: Praksis dan Komitmen Konkret (Sebuah Refleksi)

Oleh: Baselius Kefi*

*) Alumnus STFK Ledalero-Maumere; Pemerhati Pendidikan, Sosial dan Demokrasi.

GARDAMALAKA.COM – Sebuah refleksi coba penulis hadirkan sebagai bahan permenungan dalam perpolitikan masa kini demi mencapai kebaikan bersama seluruh lapisan masyarakat. Selamat membaca, semoga berkenan!

Akar etimologis term politik, politheka (Yunani), sekaligus mengandung arti kebijaksanaan politik dan praksis politik. Kedua pengertian ini saling bertaut erat dan tidak bisa dilepaspisahkan.

Praksis politik yang termaktub dalam pelbagai aturan dan kebijakan politik dari pihak yang memegang tampuk kekuasaan, tidak bisa dipahami terlepas dari refleksi atas dinamika kehidupan masyarakat.

Pemberlakuan kebijakan politik tanpa bereferensi pada dinamika kehidupan masyarakat, pada satu sisi mensinyalir disorientasi tujuan sebuah pranata politik, sementara pada sisi lain ia menampilkan secara telanjang kesewenangan patos kekuasaan.

Kebijakan politik akan kehilangan orientasi apabila tidak mengambil inspirasi dari masyarakat dan menjawabi aspirasi masyarakat.

Politik yang sejati selalu berangkat dan bermuara pada kepentingan seluruh anggota masyarakat. Politik yang sejati menempatkan keadilan bersama sebagai kriteria utama dalam setiap penjabaran konkret dari kebijakan politik.

Para pemangku jabatan publik mesti secara cermat mempertimbangkan, meneliti dan mengoreksi setiap output politik yang bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak agar sungguh-sungguh mengejahwantahkan keadilan bersama.

Tanpa spirit keadilan, pranata politik memberangus tujuan keberadaannya sendiri dan berubah karakter menjadi “monolitik” di mana politik dipakai sebagai kendaraan untuk memrioritaskan kepentingan para elite politik, namun tidak menyentuh realitas konkret kehidupan masyarakat.

Menurut Piet Go, untuk mewujudkan kesejahteraan bersama diperlukan mentalitas yang sesuai, yakni keprihatinan efektif untuk kesejahteraan bersama, semangat gotong royong, prinsip solidaritas yang membuat manusia, terutama para pemimpin yang menentukan, tahu, mau, mampu dan sanggup mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan diri sendiri atau golongan.

Dalam bingkai demokratisasi, paradigma kepemimpinan partisipatif seperti ini merupakan elemen penting mengingat vitalnya posisi para pemimpin sebagai penggerak roda demokrasi.

Para pemimpin sebuah komunitas politik yang demokratis adalah representan dari seluruh warga masyarakat, yang berkompeten untuk mengatur prospek kehidupan masyarakat yang demokratis.

Masyarakat membutuhkan atraksi politik yang menarik dan berkualitas di atas pentas politik. Suguhan atraksi politik hanya mungkin lahir dari para lakon politik yang mengemban misi rakyat.

Institusionalisasi demokrasi tanpa landasan etika dan budaya politik dari para elite politik ibarat sayur tanpa garam, hambar dan tidak banyak menyumbangkan nutrisi yang memadai bagi pertumbuhan masyarakat demokratis yang sehat.

Berdasarkan alur pemikiran tersebut, fokus setiap kebijakan politik adalah kepentingan dan kesejahteraan seluruh anggota sebuah komunitas politik (bonum commune). Kebaikan bersama sekaligus menjadi landasan argumentatif dan tujuan pembentukan sebuah komunitas politik.

Sebuah komunitas politik ada untuk mengabdi pada kepentingan para anggota yang bergabung di dalamnya. Demikian pula, para pemimpin politik dipilih dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama bagi masyarakat seluruhnya.

Dalam rangka mewujudkan idealisme kesejahteraan bersama, dibutuhkan kepekaan yang simpatik dari para pemimpin politik untuk menjembatani jurang yang seringkali terdapat dalam setiap kebijakan publik.

Menurut Dadang Juliantara, dalam perjalanan sejarah ditemukan bahwa politik rakyat mempunyai watak dan muatan berbeda dengan politik elite. Politik rakyat adalah politik yang berorientasi dan dipandu oleh masalah-masalah konkret keseharian mereka.

Politik rakyat mungkin tidak sitematis, tetapi berkat pergulatan intens dengan realitas hidup harian mereka mengartikulasikan “kemendesakan” situasi dan prioritas apa yang mesti dikedepankan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Sebagai penutup, rakyat kebanyakan tidak pandai berspekulasi, tarik menarik kepentingan atau lobi-lobi khusus, tetapi mereka secara jujur mengekspresikan apa yang seharusnya dilakukan. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here