Ilustrasi
Ilustrasi

Petahana Masih Kuat di Pilkada Malaka 2020?

Oleh: Kondradus Yohanes Klau*

*) Alumnus Sekolah Demokrasi Belu Angkatan III

GARDAMALAKA.COM – Tulisan ini dikemas sangat ringan dari hasil observasi penulis. Pembaca dapat menjadikannya referensi berpikir dalam menentukan pilihan dukungan dan berstrategi memenangkan paket calon usungan.

Mari menyimak!

Petahana selalu menjadi momok bagi figur penantang dalam setiap perhelatan pemilihan, baik di tingkat daerah, provinsi maupun nasional. Kemapanan kekuasaan dan distribusi sumber daya dalam sistem yang dibangun selama periode kepemimpinan sering menjadi modal menang seorang petahana.

Prestasi kerja petahana dan dukungan massa pun menjadi faktor kekuatan petahana dalam perhelatan politik. Program-program kerja yang pro-rakyat adalah kunci untuk meraup bahkan menambah massa dukungan dan memenangkan pertarungan politik.

Biasanya petahana juga menjadi rebutan partai-partai politik (parpol) dengan alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas.

Namun, pertanyaan bagi penulis dan pembaca, apakah hal itu akan berlaku di Malaka dalam pilkada Desember 2020 mendatang?

Mari kita mulai dari pengaruh petahana menyabet tiket partai politik.

Sejauh pengamatan penulis, dukungan untuk petahana melalui paket SBS-WT baru didapatkan dari partai golongan karya (Golkar) sebanyak 8 kursi dan Demokrat 2 kursi. Total ada sebanyak 10 kursi legislatif yang diraih petahana dari 2 parpol.

Lazimnya, merujuk pada pengalaman di berbagai daerah, petahana menjadi rebutan parpol untuk diusung. Bahkan parpol-parpol besar akan lebih dahulu menyatakan sikap mendukung petahana. Jadi, logisnya banyak parpol harus beramai-ramai mengusung petahana, bukan?

Namun tidak dengan kabupaten Malaka saat ini. Parpol-parpol besar terlihat sangat hati-hati, antara menyatakan sikap mendukung petahana atau mengusung figur baru. Parpol seperti PDI Perjuangan, NasDem, dan Gerindra belum juga menyatakan sikap dan mengelurkan SK mengusung.

Ini terjadi, karena barang tentu ada pertimbangan lain dari parpol-parpol besar tersebut.

Ditambah lagi, kini Tim Keluarga dan Sukses petahana sudah 50 % berpaling ke figur baru dan menjadi Tim Sukses. Sebut saja beberapa nama seperti Yulius Krisantus Seran, Ignas Fahik, Emanuel Seran, Yosef Bria Seran, Egidius Atok dari Demokrat, ditambah Arys Bria Seran ikut mendukung figur baru dalam hal ini paket SAKTI, Simon Nahak-Kim Taolin.

Analisanya bisa sangat sederhana; barangkali ada yang kurang dari “penampilan” petahana dalam kerja politik 5 tahun yang nyaris lewat sehingga parpol besar kurang berminat rebutan mengusung petahana. Kita hanya bisa mengetahui jawaban dari petahana bersama pasangannya. Barangkali juga parpol besar membaca peluang lain untuk proyeksi politik di level lebih tinggi. Ya, bisa saja.

Ini mengindikasikan, ada yang kurang mengena dari hasil kerja yang ditunjukkan petahana. Atau bisa saja karena program-program kerja yang digalakkan selama 5 tahun dinilai tidak terealisasi dengan baik atau mungkin gagal dieksekusi di waktu 5 tahun kememimpinan petahana.

Penulis mengajak kita coba melihat program-program kerja petahana. Ada program unggulan yang diusung, yakni revolusi pertanian Malaka (RPM).

Program ini pada hakikatnya bagus. Namun dalam pelaksanaannya menyisakan banyak tanya di tengah masyarakat.

Program ini menawarkan setidaknya sebanyak 8 komoditi utama yang menjadi fokus pengembangan, yaitu jagung, ubi kayu (ketela pohon), bawang merah, pisang, kacang hijau, itik, bandeng, dan lele.

Tapi sejauh ini belum ada masyarakat petani di Malaka yang berani bersaksi bahwa hidupnya berubah jadi lebih baik karenanya. Belum ada pengakuan istimewa dari masyarakat tentang itik, pisang, bawang merah, kacang hijau, bandeng, dan lainnya telah membuat hidup mereka lebih sejahtera.

Pembaca bisa bersaksi berdasarkan kenyataan di lapangan. Penulis sendiri menuliskan ini karena ada beberapa masyarakat yang penulis temui juga mengembangkan salah satu komoditi, yakni bawang merah RPM.

Akan tetapi, pada akhirnya mereka akui harus memanen rasa kecewa karena bawang merah yang dipanen tidak bisa dipasarkan secara luas. Akses ke pasar kurang menguntungkan. Bawang pun ditumpuk saja, lalu membusuk dan dibuang karena tak habis dikonsumsi.

Atau pada komoditi jagung RPM. Ada beberapa masyarakat yang mengaku panennya menurun karena faktor ketersediaan air yang kurang akibat kemarau berkepanjangan.

Belum lagi belakangan, program-program tersebut menghadirkan kasus. Ada dugaan korupsi terkait pengadaan komoditi-komoditi itu. Informasi tentang itu, pembaca tentu tahu, atau bisa mencarinya di berita-berita media online.

Dugaan kasus korupsi tersebut, bagi penulis, sangat melemahkan posisi petahana saat ini. Penulis memprediksi petahana tidak lagi menjadi figur paling kuat untuk pilkada Malaka 2020. Jika pun ada anggapan petahana masih kuat, penulis pikir tidak 100 % benar.

Nah, pada kondisi demikian ini seorang petahana tentu menyadari betul posisinya. Untuk itu, petahana sudah tentu akan keras berstrategi agar dapat memenangkan hati masyarakat Malaka. Petahana akan menepis hal ini. Mampukah itu dilakukan petahana saat masyarakat Malaka “terluka” karena munculnya kasus-kasus tersebut?

Dalam kemelut ini, muncullah figur lawan. Suatu hal yang patut diapresiasi adalah bahwa figur baru ini berani tampil untuk melawan petahana. Jika ada keberanian sedemikian kencang maka barang tentu ada amunisi mematikan yang disiapkan untuk bertarung.

Dan figur yang menjadi lawan pun tentu tidak main-main. Lawan sudah pasti menyiapkan senjata pamungkas untuk mengalahkan petahana. Sebab jikalau tidak kuat, tentu tidak akan maju melawan, bukan? Bukankah itu sebuah keputusan yang salah jika figur baru maju menantang petahana?

Tapi bila figur baru ingin maju melawan, itu berarti figur tersebut pasti telah menyiapkan program-program kerja unggulan yang mampu melampaui progam petahana, dan menjawabi kerinduan masyarakat Malaka yang belum atau tidak menikmati kesejahteraan di 5 tahun terakhir melalui program-program unggulan petahana.

Figur lawan tentu melihat ada kelemahan dan kekurangan yang dimiliki petahana. Dan sekiranya itu menjadi sebuah “jalan masuk” untuk bertarung di pilkada Malaka. Figur baru tentu punya tawaran lebih menarik untuk diperjuangkan bersama seluruh elemen masyarakat.

Dalam posisi ini, masihkah petahana dianggap kuat berpengaruh di pilkada Malaka Desember 2020 mendatang?

Tentu saja tidak lagi kuat seperti kebanyakan petahana di daerah lain. Menurut penulis, petahana Malaka hari ini cukup kesulitan bahkan semakin melemah dalam upaya memenangkan tarung pilkada Malaka nantinya. Ya, dibutuhkan kerja yang ekstra keras untuk bisa menang.

Dalam hal ini, petahana tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi lawan politik di Malaka. Petahana tidak lagi tampil sebagai sosok yang berkekuatan super di pilkada kali ini.

Namun terlepas dari semua itu, baik petahana maupun figur penantang silakan bekerja keras untuk memenangkan hati rakyat Malaka tanpa harus saling mengintimidasi, intervensi, dan saling serang privasi.

Juallah program-program yang logis, dan realistis sehingga mudah dieksekusi, dan pada akhirnya menyejahterakan masyarakat Malaka. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here