Rikhardus Seran Bria
Rikhardus Seran Bria

Pilkada Di Era New Normal: Analisa Peta Keunggulan Petahana dan Penantang

Oleh: Rikhardus Seran Bria*

GARDAMALAKA.COM – Sebuah tulisan ringan saya coba hadirkan ke ruang pembaca, sekedar menemani aktivitas minum kopi dan diskusi pembaca. Semoga berkenan.

Tahapan gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 sudah dimulai lagi setelah beberapa waktu terhenti karena wabah pandemi covid-19.

Aroma kompetisinya yang agak berkurang getarannya kini menggelegar saat aktivitas kembali dilancarkan walau dalam pembatasan di era New Normal. Pesona dan perang psikis pun digetolkan lagi para figur yang siap bertarung.

Provinsi NTT secara keseluruhan ada 9 Kabupaten yang akan “gelar tarung” di Pilkada 2020. Sebut saja Kabupaten Belu, Malaka, TTU, Sabu-Raijua, Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Sumba Barat, dan Sumba Timur.

Beberapa kabupaten tampil dengan kembalinya figur petahana melawan penantang baru dan lama. Beberapa kabupaten lainnya menghadirkan figur yang sama-sama baru untuk saling berhadapan.

Namun, dalam tulisan ini saya lebih tertarik menelisik peta keunggulan petahana versus penantangnya. Pertanyaan kita: bagaimana strategi petahana hadapi (para) penantangnya?

Political Power (Kekuasaan Politik)

Seorang petahana, termasuk para ‘pemain baru’ dapat memengaruhi orang lain dengan menunjukkan kekuasaan politiknya. Namun, political power lebih banyak dimiliki seorang petahana.

Van Doorn (dikutip Budiardjo, 1986), menyebutkan power atau kekuasaan sebagai pelaku untuk menetapkan secara mutlak alternatif-alternatif bertindak atau alternatif-alternatif memilih bagi pelaku lain.

Sedangkan Goodwin (2003) mengartikan kekuasaan sebagai suatu kemampuan untuk mengakibatkan seseorang lain bertindak sesuai cara orang bersangkutan (yang berkuasa), dan tidak akan dipilih seandainya ia tidak dilibatkan. Atau secara sederhana, Goodwin mengatakan, kekuasaan adalah upaya memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.

Ilmu politik menyodorkan beberapa konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power), yaitu: 1) Influence (pengaruh) yaitu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, 2) Persuasi yaitu kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu, 3) Manipulasi yaitu penggunaan pengaruh yang menyebabkan orang yang dipengaruhi tidak menyadari bahwa tingkah lakunya sebenarnya mematuhi keinginan pemegang kekuasaan, 4) Coersion yaitu peragaan kekuasaan atau ancaman paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak pihak pemilik kekuasaan, 5) Force yaitu penggunaan tekanan fisik terhadap pihak lain agar malakukan sesuatu, dan 6) Authority (kewenangan) yang dimiliki penguasa, yang mana kewenangan ini sesekali dapat menjadi kesewenang-wenangan.

Keunggulan Lain Petahana

Beberapa peneliti yang melakukan penelitian terkait Pilkada menyebutkan beberapa keunggulan lain petahana yang otomatis dipakai sebagai strategi melawan penantang.

Menurut Pratama (2015), keunggulan lain yang dimaksud antara lain:

1) Aspek Keterpilihan: petahana selalu memiliki peluang lebih baik dibanding figur/kandidat baru. Dalam hal ini, sepak terjang petahana selama 5 tahun menjadi indikator penting yang selalu diacu.

2) Aspek Popularitas: Petahana lebih terkenal dibanding dengan figur baru. Kerja lima tahun menjadikan masyarakat lebih familiar dengannya.

3) Akses Sumber Daya: Petahana memiliki akses sumber yang mumpuni seperti birokrasi, bahkan finansial. Sering petahana memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk kembali membuka ruang keterpilihan.

Peluang Figur Baru sebagai Penantang

Meski petahana memiliki sejumlah keunggulan yang dimaksimalkan sebagai strategi menghadapi lawan, selalu ada cela petahana dapat dikalahkan lawan-lawannya.

Figur baru selalu memiliki kans untuk bersaing dan menumbangkan petahana.

Menurut pendapat saya, ada beberapa hal yang dapat dimanfaatkan figur baru menggulingkan petahana, di antaranya:

1) Evaluasi Kinerja. Para ‘Pemain Baru’ dapat menjadikan hasil kerja lima tahun petahana untuk melakukan evaluasi kinerja. Figur baru dapat mengukur kinerja pemerintahan, apakah sudah maksimal atau masih terlihat biasa-biasa saja, stagnan, atau malah mengalami kemunduran.

2) Kebijakan Publik. Figur baru dapat menilai bagaimana kebijakan publik yang diambil petahana selama kepemimpinannya. Apakah itu menguntungkan setiap elemen atau malah hanya menguntungkan posisinya sebagai penguasa, termasuk kroni-kroninya. Apakah kebijakan publik yang diambil dibarengi dengan pelayanan publik yang tersistem, menyentuh dan memuaskan setiap elemen masyarakat atau malah menyengsarakan.

3) Implementasi Program. Lima tahun masa pemerintahan petahana dapat dijadikan senjata untuk membungkamnya. Biasanya di awal kepemimpinan, bahkan jauh sebelum memimpin, ada banyak program kerja yang ditawarkan kepada masyarakat dan menjadi unggulan. Figur baru dapat menjadikan program-program kerja lima tahun tersebut untuk menjerat petahana. Sejauh mana petahana konsisten menjalankan atau mengimplementasikan program-program kerjanya sehingga memberi manfaat bagi banyak orang, seluruh lapisan masyarakat, dan bukan hanya menguntungkan pengambil kebijakan atau kelompok tertentu.

Selebihnya, figur baru dapat memaksimalkan resources yang dimilikinya dengan mempelajari kelemahan petahana. Sederhananya, menjadikan kelemahan petahana sebagai peluang/kekuatan untuk menang.

Setidaknya, prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dan bersih (clear and good governance) menjadi patokan figur baru dalam menyusun strategi melawan petahana.

Assesmen di lapangan juga dapat memberi kontribusi penyusunan strategi memenangkan pertarungan Pilkada melawan petahana.

Jika ini dilakukan maka figur baru tersebut diprediksi memperoleh dukungan nyata, baik dari partai politik maupun masyarakat simpatisan.

Sebab perubahan yang terjadi dalam Pileg 2019 lalu memunculkan goal ke depan bagi partai politik dalam merebut posisi di level lebih tinggi, semisal kursi gubernur.

Maka kehadiran figur baru dengan daya analisa dan kerja yang keras, serta tawaran program yang rasional dan dapat dieksekusi dapat mendatangkan keberuntungan karena bergabungnya semua elemen masyarakat, termasuk parpol yang telah mengetahui dengan jelas kinerja pemerintahan sebelumnya.

Bahkan saya meyakini, posisi dan kekuasaan politik petahana tidak lagi istimewa dan superior. Banyak cela yang dapat menjadi senjata pemberangus posisi petahana mempertahankan kekuasaannya.

Penutup

Pilkada di era New Normal, Petahana dan Figur Baru sama-sama memiliki peluang untuk menang. Tatanan baru yang ditawarkan melalui New normal memungkinkan masyarakat mencari model kepemimpinan baru dengan cara yang baru, memilih ‘Pemain Baru’, figur baru agar lebih segar.

Tentu, masing-masing figur (petahana dan baru) memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Tergantung upaya masing-masing pihak memenangkan hati rakyat dan simpatisan untuk menjatuhkan pilihannya.

Proses sedang berjalan. Kita menunggu pesta demokrasi yang akan datang. Dan pada waktunya kita akan mengetahui siapa pemimpin sesungguhnya di era new normal setelah pandemi covid-19. (*)

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here