
ATAMBUA, GARDAMALAKA.COM – Sidang Praperadilan ketiga kasus wartawan Seldy Berek versus Polres Malaka yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1B Atambua, Jumat (12/6/2020) memasuki agenda pembacaan replik dari pihak Pemohon, Seldy Berek.
Pembacaan replik ini merupakan tanggapan atas jawaban termohon (Polres Malaka) pada sidang kedua praperadilan kemarin (Kamis, red).
Berikut kutipan replik pihak Pemohon, yang diterima redaksi dari Tim Kuasa Hukum Seldy.

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 17 Mei 2020 bertindak sebagai Penasihat Hukum dari OKTAVIANUS SELDI ULU BERE, swasta, beralamat di Desa Umanen Lawalu, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka.
Sehubungan dengan Jawaban Termohon yang disampaikan pada persidangan hari Kamis, 11 Juni 2020, maka dengan ini perkenankanlah kami menyampaikan Replik sebagai berikut :
1. Bahwa Pemohon tetap berpegang pada dalil-dalil Pemohon dan menolak dengan tegas semua yang didalilkan Termohon dalam Jawabannya tertanggal 11 Juni 2020, kecuali yang secara tegas dan jelas diakui kebenarannya oleh Termohon.
2. Bahwa terhadap dalil Termohon (vide point 2, hal. 3), Termohon menambah Pasal 207 KUHP tehadap Pemohon bahwa seolah-olah seorang yang bernama Lorens Lodiwyk Haba adalah Penguasa (pemerintah) hal mana sangat bertentangan dengan surat panggilan Nomor : SP/32/V/2020/Reskrim tertanggal 16 Mei 2020.
3. Bahwa dalam surat panggilan tersebut hanya mencantumkan Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 310 KUHP atau Pasal 311 KUHP.
4. Bahwa dengan penambahan pasal tersebut dalam jawaban Termohon adalah sangat tidak profesional, proporsional dan transparan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal ini juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 013-022/PUU-IV/2016, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya terkait Pasal 207 penuntutan hanya dapat dilakukan atas dasar pengaduan dari penguasa (pemerintah). Dalam hal ini Lorens Lodiwyk Haba tidak bertindak sebagai Penguasa (pemerintah), dan bukan merupakan penguasa, melainkan bertindak atas diri sendiri dalam melaporkan dugaan tindak pidana sebagaimana disangkakan Termohon.
5. Bahwa terhadap dalil Termohon (vide point 3, hal. 3), Termohon menguraikan kronologis dan modus operandi dalam dugaan tindak pidana yang telah dilakukan oleh Pemohon. Akan tetapi berdasarkan uraian tersebut, Termohon telah menguraikan secara jelas dan lengkap bahwa yang melakukan perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik kepada Lorens Lodiwyk Haba adalah anggota Polri atas nama Charles Dupe maka seharusnya Charles Dupe yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai Tersangka dibanding Pemohon. Penetapan Pemohon sebagai tersangka sesungguhnya merupakan tindakan tergesa-gesa dan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Termohon di mana tindakan tersebut bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, dalil Termohon patut dikesampingkan.
6. Bahwa jawaban Termohon pada angka 3 (tiga) adalah tidak berdasarkan argumentasi yuridis dengan alasan :
– Bahwa postingan tersebut sejalan dengan pasal 28 huruf f Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dengan demikian Pemohon in casu tidak memiliki itikat buruk untuk melakukan penghinaan terhadap Lorens Lodywik Haba (pelapor) dan Pemohon tidak dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum atau melanggar asas kepatutan karena tidak nyata adanya maksud untuk menyerang pribadi namun untuk mencari dan mengali informasi karena tidak disampaikan langsung ke whatsapp pribadinya Lorens Lodywik Haba;
– Bahwa di dalam group whatsapp Pers dan Polres Malaka terdidiri dari wartawan yang bertugas dimalaka dan anggota kepolisian resor malaka sehingga apa yang diposting oleh pemohon tersebut disampaikan kepada kalangan terbatas di dalam group whatsapp tersebut bukan publikasi umum karena terbatas sehingga tidak memenuhi unsur menyebar luaskan sebagaimana di maksud dalam Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 310 KUHP atau Pasal 311 KUHP;
– Bahwa seharusnya Chales Dupe melakukan konfirmasi lansung kepada pemohon di internal group whatsapp Pers dan Polres Malaka karena anggota group whatsapp tersebut terbatas mempunyai kepentingan yang sama di dalam group whatsapp tersebut namun justru Carles Dupe menyebar luaskan informasi kepada orang lain termasuk kepada pelapor Lorens Lodywik Haba;
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas patut menurut hukum alasan Termohon tersebut haruslah ditolak atau setidak-tidaknya dikesampingkan oleh Yang Mulia.
7. Bahwa tehadap dalil Termohon (vide point 4, hal. 4), dapat dijelaskan bahwa serangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh Termohon adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan pada hukum acara (Misbruik van het procesrecht) karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 Oktober 2015, apabila dihubungkan dengan dugaan tindak pidana yang disangkakan atas diri Pemohon, maka dikatakan cacat yuridis yang mana Pemohon tidak pernah diinterogasi sebagai saksi maupun calon tersangka.
8. Bahwa penyitaan yang dilakukan Termohon terhadap barang bukti berupa 1 (satu) buah Handphone A3s warna merah dengan pelindung warna hitam dan 1 buah simcard nomor 082330759902 milik Pemohon merupakan proses penyitaan biasa sehingga penyidik wajib mendapatkan izin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Negeri Kelas Atambua sebelum melakukan penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) KUHAP.
Memperhatikan ketentuan yang mengatur penyitaan, Menurut M. Yahya Harahap, bahwa penyitaan dengan bentuk dan prosedur biasa merupakan aturan penyitaan, sehingga selama masih mungkin dan tidak ada hal-hal lain yang luar biasa atau keadaan yang memerlukan penyimpangan, maka penerapan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, sebelum penyidik melakukan penyitaan, lebih dahulu meminta izin ketua pengadilan negeri setempat disertai dengan penjelasan dan alasan-alasan pentingnya dilakukan penyitaan.
9. Bahwa sehubungan dengan penyitaan sebagaimana uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa penyitaan terhadap 1 (satu) buah Handphone A3s warna merah dengan pelindung warna hitam dan 1 buah simcard nomor 082330759902 dilakukan sesaat setelah Pemohon diperiksa sebagai tersangka tanggal 18 Mei 2020 sehingga jelas bahwa tidak ada izin penyitaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Atambua.
10. Bahwa dalil Termohon (vide point 5, hal. 4), Termohon pada pokoknya menerangkan bahwa penyitaan telah sesuai dengan Pasal 38 ayat (2) KUHAP sangat tidak relevan dengan dugaan tindak pidana yang disangkakan terhadap Pemohon. Termohon dalam jawabannya menyatakan bahwa penyitaan yang dilakukan sudah sesuai dengan Pasal 38 ayat (2) KUHAP, dalil tersebut adalah keliru karena bukan dikualifikasi sebagai keadaan mendesak dan terkhusus atas benda bergerak saja sebagaimana diatur dalam Pasal 39 KUHAP.
11. Bahwa prosedur penyitaan terhadap 1 (satu) buah Handphone A3s warna merah dengan pelindung warna hitam dan 1 buah simcard nomor 082330759902 merupakan proses penyitaan biasa sehingga Termohon wajib mengikuti tata cara dan prosedur yang ditentukan dalam Pasal 128, Pasal 129, dan Pasal 130 KUHAP. Termohon dalam melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Penyitaan dan menyerahkan Turunan Berita Acara Penyitaan kepada Pemohon, akan tetapi yang dilakukan Termohon adalah memberikan Surat Tanda Penerimaan bukan Berita Acara Penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 129 KUHAP.
12. Bahwa terhadap dalil Termohon (vide point 6, hal. 5), Termohon pada pokoknya menjelaskan bahwa dalil Pemohon adalah keliru dan tidak beralasan yuridis. Perlu Termohon ketahui bahwa dalam membaca Pertimbangan Hukum Mahkamah jangan penggal-penggal di mana dalam membaca pertimbangan hukum Mahkamah haruslah secara utuh sebab merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
13. Bahwa menurut Mahkamah, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Artinya, terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangkanya.
14. Bahwa pertimbangan hukum Mahkamah yang menyertakan pemeriksaan calon tersangka disamping minimum dua alat bukti tersebut di atas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut di atas, seorang penyidik dalam menentukan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang terlebih lagi dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik di dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
15. Bahwa terhadap dalil Termohon (vide point 7, hal. 5), Pemohon perlu perjelas bahwa group whatsapp Pers & Polres (Malaka) adalah group tertutup atau terbatas sehingga yang menjadi anggota group adalah Pers (Wartawan) dan Polres (anggota polisi Polres Malaka) dengan tujuan untuk membagikan informasi (share informasi) dan diskusi.
16. Bahwa Pemohon selain bertindak sebagai administrator group whatsapp Pers & Polres (Malaka), juga sebagai wartawan aktif Sergap.id sehingga setiap postingan dari Pemohon dalam kapasitasnya sebagai wartawan dalam rangka mencari, mengumpulkan, dan melakukan investigasi terhadap informasi yang didapat dari saudara Aris Bria Seran untuk dijadikan produk jurnalistik. Artinya, Pemohon tidak bermaksud menyebarluaskan tuduhan itu kepada umum. Dengan demikian, unsur penyebar-luasan sebagaimana disyaratkan pada pasal dimaksud tidak terpenuhi. Satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa Termohon tidak pernah melakukan klarifikasi terhadap hasil postingan Pemohon. In concreto, dalam permasalahan ini, sama sekali tidak terbukti ada ”maksud terang” dari Pemohon membuat postingan untuk disiarkan pada khalayak ramai. Pemohon hanya mengirimkan postingan tersebut untuk mencari, mengumpulkan informasi, dan mengklarifikasi dalam bentuk pernyataan kepada anggota group sehingga dengan demikian adalah jelas dan tegas bahwa unsur ”dengan maksud terang supaya tuduhan itu diketahui umum” tidak terpenuhi oleh Pemohon.
17. Bahwa dalil Termohon (vide point 8 dan point 9, hal. 6), Pemohon perlu tegaskan bahwa pemeriksaan terhadap saudara Aris Bria Seran dilakukan setelah permohonan Praperadilan Pemohon mendapat register pada Pengadilan Negeri Atambua.
18. Bahwa pemeriksaan terhadap saudara Aris Bria Seran dilakukan pada hari Jumat, 5 Juni 2020 yang dilakukan di kediaman atau di rumah saudara Aris Bria Seran. Hal mana pemeriksaan itu dilakukan setelah Termohon mendapat panggilan dari jurusita Pengadilan Negeri Atambua pada hari Kamis, 28 Mei 2020 untuk menghadap di persidangan Pengadilan Negeri Atambua pada tanggal 3 Juni 2020, ini menandakan bahwa Termohon baru melakukan pemeriksaan terhadap saudara Aris Bria Seran 2 (dua) hari setelah panggilan sidang pertama.
19. Bahwa dalil Termohon (vide point 10 dan point 11, hal. 6-7), pada pokoknya Termohon dalam melakukan penetapan tersangka atas diri Pemohon tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Oktober 2015, hal mana terlihat dalam uraian pada point 11 yang menerangkan bahwa sesuai dengan hasil penyelidikan dan penyidikan telah didapatkan bukti, (a)…dst, (b)…dst, (c)…dst, (d)…dst, dan (e) keterangan tersangka Oktovianus Seldi Ulu Bere.
20. Bahwa berdasarkan uraian di atas, sangatlah jelas dan terang bahwa penetapan Pemohon sebagai tersangka adalah perbuatan sewenang-wenang dan melanggar Hak Asasi Manusia di mana dalam penerapannya tidak berdasar hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 oktober 2015 yang mensyaratkan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka harus memenuhi minimum dua alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangka.
21. Bahwa merujuk pada Pasal 184 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 oktober 2015, yang mensyaratkan tentang minimum dua alat bukti dalam hal ini, dua alat bukti yang diperoleh Termohon untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana dimaksud adalah TIDAK SAH dan TIDAK BERALASAN MENURUT HUKUM maka patut dan sepantasnya untuk di TOLAK;
22. Bahwa berdasarkan fakta dan alasan-alasan yuridis sebagaimana telah diuraikan di atas, maka melalui Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan Praperadilan ini agar berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka terkait dugaan tindak pidana “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran dan fitnah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 310 KUHP atau Pasal 311 KUHP tidak sah dan tidak berdasar hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan bahwa tidak ada bukti permulaan yang cukup dalam menetapkan pemohon sebagai tersangka sebagaimana disebutkan dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor : SPDP/10/V/2020/Reskrim, tanggal 11 Mei 2020 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprindik/17/V/2020/Reskrim, tanggal 11 Mei 2020;
4. Menyatakan tidak sah penyitaan yang dilakukan oleh Termohon terhadap 1 (satu) buah Handphone A3s warna merah dengan pelindung warna hitam dan 1 buah simcard nomor 082330759902 milik Pemohon;
5. Segala perintah Keputusan atau Penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon yang sifatnya merugikan Pemohon adalah tidak sah;
6. Menghukum Termohon menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada Pemohon di media elektronik, cetak, maupun media online baik lokal maupun nasional;
7. Membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara; Atau Mohon Putusan yang seadil-adilnya.
Replik ini disampaikan untuk diketahui publik, agar terang-benderang kasus ini. (Tim/Red)
[…] BACA JUGA: Sidang Praperadilan, Kuasa Hukum Wartawan Seldy Serahkan Replik […]