Banjir Bukan Kaleng-Kaleng
Banjir Bukan Kaleng-Kaleng (Foto: V. Leki)

Banjir Bukan Kaleng-Kaleng, Gardamalaka.com – Suatu ulasan tentang situasi banjir di Kabupaten Malaka – Nusa Tenggara Timur, oleh Vinus Leki.

Bajir Lagi

Banjir, bencana ekologis yang bagi sebagain masyarakat DAS dianggap sebagai pemadangan biasa. Pada sebagaian masyarakat DAS Ketika diberi pertanyaan soal banjir pasti jawabnya “ itu biasa”. Kami sudah terbiasa minum air (banjir). Kan setelah banjir tanah subur”. Ini gambaran masyarakat pesimistis, masa bodoh, tidak memikirkan kondisi alam, bahkan bencana. sikap ini secara sosial mungkin terbentuk karena kondisi alam dengan siklus tahunan yang sudah mengakar, dianggap biasa, tanpa mencari solusi.

Bencana ekologis (banjir) yang sering melanda DAS menjadi tantang bagi DOB malaka. Pembangunan tanggul disepanjang bentaran Kali Benenai merupakan satu bentuk solusi (DArurat) untuk mengatasi bencana banjir di beberapa wilayah di Kec. Malaka Barat, sebagaian Malaka Tengah dan Kecamatan Weliman. Sejak pembangunan tanggul darurat ± 3 tahun bencana tahunan itu seolah sudah teratasi. Nomenklatur darurat semestinya menjadi catat yang harus diperhatikan demi pembangunan tanggul yang berkelanjutan. Darurat dalam pemahan saya berarti sesuatu yang momental. Tindakan yang diambil sebagai solusi untuk mengatasi bencana yang terjadi saat itu. Kalau demiakian maka wajar apabila banjir terjadi karena tanggul jebol. Hal ini disebabkan oleh pengerjaannya bersifat darurat dan kualitasnya pun mungkin darurat.

Banjir Bukan Kaleng-Kaleng
Banjir Bukan Kaleng-Kaleng (Foto: V. Leki)

Berbagai media online di Malaka pada Jumat 21 Mei 2020 banyak memberitakan tentang banjir akibat meluapnya kali Motedelek (Sebagian wilayah kec. Weliman) dan kali Benenai ( sebagian wilayah Kec. Malaka Barat dan Malaka Tengah. Akibat luapan bajir tersebut maka sebagian tanggul yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Malaka dengan menggunakan Dana tanggap Darurat dan DAU; yang tersebar di beberapa wilayah DAS jebol. Secara teknis mungkin jebolnya tanggul disebabkan oleh tekanan debit air yang meningkat akibat curah hujan yang tinggi. Curah hujan tinggi yang tersebar di sebagaian wilayah TTU dan TTS yang mengakibatkan banjir kiriman, maka wajar bila tanggul jebol.

Banjir bukan Kaleng-Kaleng

Banjir bukan perkara mudah. Persoalan banjir mesti diterewang secara kompelks. Kompleksitas persoalan banjir berkaitan erat dengan sisi ekologis. Dimana banjir bukan soal, air kiriman atau soal tanggul jebol dan diberi solusi darurat. Persoalan banjir semestinya dilist dari Manusia dan tingka-lakunya sampai pada tindakan praktis sebagai solusi. Manusia dan tingka-laku ekolgis berkaitan dengan kebiasaan ekologis yang perlahan hilang oleh arus modernisasi. Ada tradisi “badu”, sebagai bentuk kearifan lokal yang mendidik masyarakat untuk bersikap adil terhadap alam, menghindari sifat eksploitatif dan bersikap adil terhadap alam. Ini hal sederhana yang mesti ditumbuhkan kembali untuk menjaga dan mencegah penebangan hutan di wilayah penggungan dan pembabatan liar di sekitar DAS mulai dari TTS, TTU sampai ke Malaka yang berakibat longsor atau tanggul jebol. Mangubah dan mengarahkan Kembali karekter masyarakat kepada sifat ekologis memang bukan perkara mudah. Tapi ini menjadi solusi jangka panjang bahkan solusi permanen untuk mengatasi banjir.

Intervensi pemerintah setempat dalam mengatasi bencana banjir baik dalam bentuk darurut maupun dalam bentuk permanen merupakan keharusan dalam melindungi dan mengayomi masyarakat dan dalam usaha mewujudkan pembungan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan tanggul dan normalisasi kali Benenai dan Mota Delek merupakan bentuk nyata dari intervensi pemerintah dalam mengatasi banjir. Pertanyaannya mengapa masih terjadi banjir??

Pembangunan tanggul dalam status darurat tentu bisa diperkirakan seberapa lama ketahanannya dalam membendung tingginya debit air yang tinggi dan yang bergantung pada keadaan curah hujan yang tersebar pada wilayah Kabupaten Malaka, TTU dan TTS. Situasi ini menjadi tantangan bagi pemerintah setempat untuk mencari solusi yang permanen. Ini bukan perkara mudah. Ada berbagai metode yang dapat dipakai dalam mengatasi banjir di Malaka. Hemat saya metode tanggul dan normalisasi kali merupakan dua hal yang dapat secara permanen mengatasi persoalan banjir. Normalisasi dan tanggul yang dibangun harus berkelanjutan.

Normalisasi Yang Berkelanjutan

Normalisasi kali yang berkelanjutan bukan hal mudah dan membutuhkan coast yang mahal. Normalisasi berkelanjutan berarti menjadi aktivitas rutin tahunan. Artinya kegiatan normalisasi terjadi setiap tahun. Ini mengingat kali benenai sebagai hilir dari ratusan anak suangai yang tersebar di kabupaten TTS dan TTU. Kondisi ini menyebabkan tumpukan material akan terus terjadi setiap tahun dan badan kali akan menjadi dangkal. Praksisnya normalisasi harus berkenjutan setiap tahun. Konsekuensinya kepada anggaran. Ini merupakan tantangan pula bagi para wakil rakyat dengan kuasa legislasinya mampu menganalisa secara kompleks dan sedikit bernuansa ekologis dalam memberi prioritas pada penyelesaian perkara masyarakat seperti banjir. Dan jelas pemerintah sebagai eksekutor dapat mengeksekusi secara tepat dan sesuai koridor yang berlaku.

Tanggul Yang Berkelanjutan

Tanggul dengan status darurat tentu harus mendapat perhatian untuk peningkatan. Dalam arti tanggul yang dibanguan harus menjadi permanen. Itu berarti tanggul yang dibangun harus berstatus keberlanjutan. Status ini tentu didukung dengan beberapa tindakan seperti penghijaun di sekitar badan tanggul. Penghijaun dimaksud adalah pada badan tanggul harus ditanam pohon-pohon yang memiliki akar perekat (seperti bambu, dll) sebagai penahan yang dapat menopang tanggul dari upaya pengikisan air pada saat musim hujan maupun saat debit air meningkat. Program penghijaun ini harus menjadi tradisi yang mengakar dan sekaligus menjadi program masyarakat desa yang berada pada wilayah DAS. Hal ini merupakan sebuah keharusan yang belum nampak pada masyarakat desa di wilayah DAS. Dan Ini merupakan bentuk upaya ekologis yang dapat mendukung keberadaan tanggul.

Pembangunan Drainase yang Berkelanjutan

Upaya mengatasi banjir pada wilayah-wilayah terkena dampak banjir adalah dengan adanya pembangunan drainase yang berkelanjutan. Harus diakui bahwa pembangunan drainase di Malaka masih jauh dari harapan baik dari aspek kuantitas mapun dalam aspek kualitas. Realitas terlihat bahwa pembangunan jalan beraspal (hotmix) belum memperhatikan situasi wilayah DAS. Itu berarti pembanguan jalan harus mempertimbangkan aliaran air saat bajir. Praksinya jalan harus memiliki drainase pada sisi kiri dan kana jalan. Apabila hanya memiliki satu drainase pada satu sisi maka jelas masyarakat atau penduduk yang berada di sekitar jalan yang tidak memilii drainase akan menerima akibat genangan air saat hujan atau banjir. Solusinya pembangunan jalan harus mempertimbangan kondisi wilayah yang dengan metode perbanyak gorong-gorong atau pun drainase dari dua sisi jalan.

Persoalan berikut, umumnya pembangunan drainesa belum memperhatikan teori air mengalir. Yang mana air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Atau air mengalir dari daerah yang memiliki debit air tinggi ke daerah yang memiliki debit air rendah. Beberapa desa pada wilayah DAS memberi perhatian pada pembangunan drainase yang kabur arahnya. “sederhananya…air mau mengalir ke mana?. Tidak Jelas”. Akhirnya drainase di tengah kampung menjadi kolam renang bagi anak-anak ketika musim hujan. Pembangnan draines ini melawan asas berkelanjutan. Artinya drainase harus menjadi media yang menghantar air dari hulu ke hilir. Sebagai contoh; di wilayah desa Lawalu dan Desa Fahiluka, drainase yang dibangun dengan menggunakan Dana Desa belum memperhatikan teori air mengalir dan tidak berkelanjutan. Tidak jelas tujuannya, air mau dialirkan ke mana. Drainesa belum memberi solusi yang maksimal dan mengurangi genangan air baik akibat cura hujan yang tinggi maupun akibat banjir. Ini menjadi catatan penting yang harus diperbaiki untuk mendukung penyelesaian persoalan banjir. Itu berar

Banjir merupakan bencana ekologis yang harus ditanggapi secara ekologis pula. Segala pertimbangan dalam dalam menyelesaikan persoalan banjir harus dibarengi dengan pikiran ekologis, rasa ekologis dan keputusan ekologis. Karena toh kita manusia dengan segala status baik sebagai rakyat (masyarakat) maupun yang mendapat rahmat sebagai wakil rakyat maupun sebagai pelayan dalam pemerintahan merupakan bagian penting dari alam secara holistik. Mari kita bersikap dan bertindak ekologis untuk menyelesaikan persoalan alam ini.

(Vinus Leki)

Anak Pinggir Kali Benenai

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here